Kamis, 24 Mei 2012

KEPAILITAN (Bangkrut)

Pengertian kepailitan diartikan sebagai suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah. Bangkrut adalah kondisi dimana orang/perusahaan yang sudah tidak memiliki kemampuan bayar terhadap kewajibannya (hutang) atau istilahnya insolvent atau hutangnya sudah melampaui asetnya. Status legal bangkrut dapat disahkan oleh pengadilan, baik yang diajukan sendiri oleh perusahaan tsb (debitor) atau oleh pihak ketiga (kreditor). suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut : a) Adanya utang; b) Minimal satu dari utang sudah jatuh tempo; c) Minimal satu dari utang dapat ditagih; d) Adanya debitor; e) Adanya kreditor; f) Kreditor lebih dari satu; g) Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan “Pengadilan Niaga”; h) Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang; i) Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang Undang Kepailitan; Harus dapat dipahami perbedaan antara Bangkrut dan Likuidasi. penjelasan mengenai apa itu pailit dan pihak-pihak yang dipailitkan berdasakan Pasal 1 butir (1). (2), (3), dan (4) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004: 1.Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 2.Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. 3.Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. 4.Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan Pernyataan pailit terhadap seorang debitor dinyatakan secara sederhana, artinya tidak diperlukan alat-alat pembuktian sebagaimana dalam Buku IV Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, karena cukup dengan bila peristiwa itu telah terbukti dengan alat-alat pembuktian sederhana. Terkait hal tersebut di atas maka seorang debitor dapat dinyatakan pailit, apabila telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1.Debitor mempunyai dua atau lebih kreditor Hal ini dimaksudkan bahwa Debitor dalam keadaan benar-benar tidak mampu membayar terhadap dua atau lebih kreditornya tersebut. 2.Tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih Pada pernyataan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih disini adalah utang pokok atau bunga yang tidak terbayar, namun pada penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU 37 Tahun 2004, disebutkan kewajiban untuk membayar utang jatuh waktu dan dapat ditagih baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu pengalihan sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan saksi atau denda oleh instansi yang berwenang maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase. 3.Atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya Dalam Pasal 2 ayat (1) dijelaskan bahwa yang dimaksud kreditor adalah baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Khusus mengenai kreditor separatis maupun preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitor dan haknya untuk didahulukan. Namun bilamana terdapat sindikasi kreditor, maka masing-masing kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan. Sedangkan dalam hal pernyataan pailit diajukan oleh debitor yang sudah menikah, maka permohonan hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau isterinya kecuali apabila tidak ada percampuran harta. Demikian penjelasan dari kami berdasarkan ketentuan yang berlaku, dan sebagaimana yang disebutkan dalam UU No. 37 Tahun 2004, bahwa syarat kepailitan ini diatur untuk menghindari adanya perebutan harta debitor maupun kecurangan  Ekecurangan oleh salah seorang kreditor atau bahkan debitor sendiri. Eksekusi Kepailitan Ditetapkannya Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan pada tanggal 22 April 1998 yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Undang-Undang Kepailitan (UUK) pada tanggal 9 September 1998, dengan berlakunya UUK ini berarti pemerintah telah memenuhi salah satu persyaratan yang diminta oleh kreditor-kreditor luar negeri (baca Dana Moneter Internasional/International Monetary Fund), agar para kreditor luar negeri memperoleh jaminan kepastian hukum Sebelum adanya UUK, kewenangan absolut untuk menerima, memeriksa dan mengadili permohonan kepailitan ada pada peradilan umum namun setelah dibentuknya Pengadilan Niaga, kewenangan peradilan umum dalam menerima, memeriksa dan mengadili berpindah menjadi kewenangan Pengadilan Niaga yang berada di lingkungan peradilan umum, sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 280 ayat 1 UUK:“Dengan ketentuan ini, semua permohonan penyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang yang diajukan setelah berlakunya Undang-Undang tentang Kepailitan sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang ini, hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga”Namun ternyata UUK  juga ada kelemahan sehingga perlu dibentuk undang-undang baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan hukum masyarakat maka diundangkanlah Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU) yang pada tanggal 18 Oktober 2004, dengan didasarkan pada pasal 307 UUKPKPU tersebut maka UUK dicabut dan dinyatakan tidak berlaku: “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang tentang Kepailitan (Faillissementsverordening Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3778), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku” Sumber: http://staff.blog.ui.ac.id/disriani.latifah/2008/10/30/eksekusi-putusan-pailit/ http://www.tanyahukum.com/kepailitan/22/syarat-syarat-dinyatakan-pailit/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar