@fdiella poenya's cerpen
KAK YUDIS
ARJUNAKU…
ARJUNAKU…
Setelah mandi dan sholat subuh, Sabrina membantu mama menyiapkan sarapan. Kak Wawan dan Jul baru bangkit dari kuburnya, Eh… tidurnya
“Whoahm…” masih nguap-nguap lagi, yang jelas masih bau naga. Dah kebayangkan aromanya kayak gimana?
Whaks!!!
“Nggak usah tebar pesona gitu dong, bau…nanti makanannya jadi basi…!”
Sabrina berseru dari dapur yang kebetulan dekat dengan kamar mandi. Tapi keduanya masih terlihat cuek bebek nggak ada respon, Yah! Mungkin karena kupingnya yang masih ngantuk kali ya…? Gara-gara semalam nonton bola.
Bang Asep yang di tunggu-tunggu Sabrina belum lewat juga, Eh, siapa tuh pacar Sabrina? Tentu saja bukan. Bang Asep tuh loper koran yang biasa lewat tiap pagi! masa pacar Sabrina…
“Neng…Koran neng!” Suara bang Asep mengantar Koran
“Iya bang…makasih ya!…” Sabrina memungut Koran yang baru saja terlempar di halaman rumahnya yang mungil itu.
“Angka kemiskinan di Indonesia terus meningkat?” Sabrina membaca kutipan berita
“Hampir setiap hari, berita kriminal yang disebabkan himpitan ekonomi juga selalu ada…”
Komentar Sabrina sebelum melanjutkan ke halaman yang berikutnya. Gadis berkulit putih ini mempunyai kebiasaan membaca Koran. Biarpun Koran bungkus nasi uduk , bekas roti, gorengan atau bekas apalah… pasti nggak bakalan dibuang sebelum terbaca oleh
mata sipitnya itu. Huhuhu…
“Apa? Seorang pejabat di duga korupsi, dan melarikan diri ke singapur?”
Ekspresi wajahnya menjadi berubah setelah membaca lembaran berikutnya
“Wah…apa-apaan ini! Kemaren ada yang ke Bali, sekarang ke Singapur. Sudah tau korupsi masih aja jalan-jalan ke luar Negeri. Jangan-jangan masih banyak lagi tikus-tikus yang nyamar jadi pejabat…!!” Sabrina jadi ngomel-ngomel sendiri kebawa asyik Koran yang dibacanya. Membuat yang lain pada penasaran…
Semua mata tertuju padanya
“Kalau begini terus, apa jadinya Indonesiaku tercinta ini…!!!” tambahnya lagi
“Ada berita apa sih?” mama penasaran
“Liat nih ma, jumlah orang miskin bertambah tapi jumlah pejabat yang korupsi juga nggak mau kalah…”
dalem juga kalimat sabrina, mama mengambil alih Koran dari tangannya.
“Seharusnya pemerintah menanganinya dengan serius, terutama pada rakyat kecil. Jangan sampai anak-anak mereka pada putus sekolah karna nggak ada biaya…”
komentar mama benar juga. Sabrina jadi ingat di komplek sebelah ada pemukiman rumah-rumah lapak, Tahu kan rumah lapak? Rumah kayu yang di selimuti kardus-kardus bekas, setahu saya sih gitu… yang rata-rata penghuninya bekerja sebagai pemulung, ada yang ngamen bahkan tukang minta-minta.
Bisa dibayangkan! Kalo dibiarin begitu saja? nggak ada upaya apapun?, masa depan Negara ini akan hancur berantakan karena mempunyai generasi yang buruk. Lha, gimana mau bagus kalau anak-anak bangsa nggak pada sekolah. Biar bagaimanapun Anak adalah asset Negara…ceileei…so bijak banget...
“Ma, Bina jadi inget anak-anak lapak sana. Mereka nggak pada sekolah tapi malah jadi pengamen jalanan…”
“iya tuh, pasti mereka nggak pernah mikirin masa depannya kayak gimana. Nggak mungkin dong, yang pengamen selamanya ngamen…”
“Pasti nyopet juga…”
Jul mencegat kalimat kak wawan yang belum lengkap itu
“Bukan gitu Jul, maksud kakak…pengamen tuh biasanya kalo di kereta nggak Cuma ngamen tapi nyopet juga…”
Yah!! Itu kan sama ama yang tadi…
Kak wawan menertawai kata-katanya sendiri. Sabrina dan Jul yang semula serius dengan kalimat kakak, menghela nafas.
“Gimana kalo kita bantu mereka…” Gadis sipit itu mulai mengutarakan idenya
“biar mereka dapat pengetahuan dan bisa belajar, meskipun nggak sekolah formal…” lanjutnya lagi.
“Jul setuju! Tapi gimana caranya?”
“Bikin taman baca aja, nanti kakak bantu cari relawan yang mau nyumbangin buku-buku. Gimana?” Ide kak wawan boleh juga tuh
“Bagus juga ide kakak, Bina setuju. Menurut mama gimana?”
“Mama setuju juga, tapi kurang lengkap kalo Cuma perpus doang. Sekalian aja ajarin mereka yang mau belajar”
“Kalo gitu nanti Bina minta bantu teman-teman juga…” ujar gadis sipit itu sambil menyantap sarapannya.
*****
Di kampus pukul 08.00
“Sabrina…unyu-unyu ku...!!!” Seru Desi dari belakang ketika hendak masuk kelas yang di sertai dengan ketawa cengengesannya…
Di susul kedatangan Siska dengan napas ngosngosan yang melambaikan tangan. Padahal tanpa melambaikan tangan, dari kejauhanpun sudah keliatan kalo itu Body Siska yang ala Bas betot
Bahkan jejaknya sekalipun…Hihihi…
“Chephat khali kau Desh, jalannya… aku panggil-panggil tak tengok jugha…” Ujar gadis batak itu sembari mengatur naphasnya.
“Oh, sorry nggak kedengeran…jadi lo lari ngejar gue gitu?? Pantesan tadi kok ngerasa kayak goyang-goyang deh,gedungnya…” Desi mencibir Siska. Lagi-lagi gadis Belanda itu ketawa cekikikan, muka Sabrina memerah karena menahan tawa
Wajah Siska yang memenag S3L alias Sudah Sangar Sejak Lahir, semakin memburuk akibat kata-kata Desi tadi, mulutnya mengatup sebal ditambah keringat yang memperburuk mukanya. Untung saja kali ini dia tidak sampai ngamuk…
“Sabar ya…temanku yang cantik…” Sabrina menepuk bahu Siska dengan muka masih memerah.
Karena di puji, Siska jadi melt deh…
“Aku tidak marah…” dengan memajang senyum buatan yang sengaja di lebarkan itu.
Kemudian ketiganya masuk kelas, Siska dibelakang Desi dan Sabrina yang masuk bersamaan.
Tapi, O0psss!!! Ada Boby juga yang main nyeruduk saja. Al hasil, keduanya nyngkut di pintu nggak bisa lewat. Hihi…siapa suruh Bodynya Bas betot semua…
“Cemmana kau ini…main seruduk aja…!”
“Enak aja lo nyalahin gue!, lo tuh yang kegedean!”
Wah! Boby nggak nyadar banget. Keduanya menjadi pertunjukan yang mengundang tawa…
“Kalian ini emang jodoh, pasangan serasi…” kali ini Firman yang bersuara
“Bina…Desi…tolong lah aku…” Siska memohon sembari mengangkat tangannya
Keduanya berusaha menarik tangan Siska sekuat mungkin, namun apalah daya…belum behasil juga. Kasus Boby dan Siska membuat kemacetan arus kelas, si kembar Rena dan Reni tertahan diluar…
“Eh…ada pak Tomo!” seru sikembar serempak
Gaswat nih kalo ada pak Tomo, Dalam inajinasinya Sabrina membayangkan pak Tomo dengan kumis tebalnya itu sedang melangkah menuju kelas.
“Hendri!! Anton!!…kita tarik bareng-bareng…”
Tanpa berfikir panjang, anak-anak kelas membantu kedua Bas betot yang terancam maut itu…
“Satu…dua…tiiigaa...!!”
“Brugg…!!!”
“Glubrakk…!!!”
Itu bukan suara Siska dan Boby di keroyok lho?…Siska jatuh ke lantai, Boby juga ter pental ke dalam. Kancing bajunya rontok sehingga perut gendutnya bisa melihat dunia. Perjuangan tidak luput dari kesalahan bukan?
“Jadi keliatan zekzi lu Bob…!” celetuk Anton menahan tawa
Hendri si ketua kelas ngakak, Desi kembali tertawa cekikikan. Tak ketinggalan pula Siska yang tawanya paling menggelegar
Grrrrr!!!
Ya ampuun! Ekspresi musuh bebuyutan Siska itupun jadi BeTot, Berubah Totaal…wakakakak…
Eh, maap kelepasan…Hihihi…
Tapi Boby hanya diam saja No Comment.
“Adha apha ini?...” Suara pak Tomo tiba-tiba
Suasana yang semula ricuh menjadi tenang.
“Pssst…jangan bikin pak Tomo marah lagi…” Suara Sabrina berbisik ke Rena dan Reni yang masih cekikikan. Si kembar tapi beda Bokap en nyokap, anak-anak kelas menjulukinya si kembar karena namanya yang hampir sama dan selalu berdua kemana-mana.
“Baiklah anak-anak, saya minta ma’af hari ini saya tidak bisa menemani kalian belajar…”
Yess!yes!...suara hati Anton yang bergembira
“Ini materi yang harus kalian pelajari, silahkan di fotokopi. Mana ketuanya?”
Pak Tomo melanjutkan kalimatnya sembari memberikan beberapa lembar kertas .
Si ketua kelas Hendri, dengan senang hati mengambilnya, dan pak Tomo meninggalkan kelas.
Huft…nggak enak banget , masih pagi dikasih jam kosong… suara hati Sabrina protes pada diri sendiri. Dilihatnya teman-teman yang lain ada yang keluar kelas, namun sebagian besar masih didalam. Desi yang duduk disampingnya malah ber-facebook ria dengan BB barunya, Siska malah manggut-manggut dengerin I-phod, Luky si kutu buku juga kelihatannya asyik di pojokan dengan bukunya yang nggak pernah habis dibaca.
“Bin, ada undangan rapat dari kakak BEM buat ketua dan waket tiap kelas…” suara Hendri yang tiba-tiba, memecah lamunan si wakil ketua, siapa lagi? Tentu saja gadis kita Sabrina.
“Emh…oya? Emang ada rapat apa? Jam berapa?” pertanyaan Sabrina bertubi-tubi
“Buat persiapan acara Baksos, rabu lusa. Nanti rapatnya jam setengah dua, kamu bisa kan?”
Jelas cowok berambut ikal itu, yang masih duduk di sampingnya.
“I…iya, bisa…bisa…” Jawab Sabrina gagap, jarak Hendri yang terlalu dekat membuatnya tidak nyaman.
Ngomongin soal baksos, Sabrina teringat acara diskusi tadi pagi di meja makan. Masih inget kan? Ya, benar sekali. Tentang kepeduliannya dengan anak jalanan.
“Emm, Hen…” Sabrina mulai mengutarakan maksudnya
“Aku pengen ngadain peduli anak jalanan, kira-kira temen-temen pada mau bantu nggak ya…?”
“Wah bagus tuh…aku si mau bantu…” Sambung Siska sembari mencopot ear-phonnya
“Gue rasa sih, mereka bakal pada mau. Gimana kalo kita coba diskusikan sekarang, masih ada waktu satu setengah jam lagi…” Sabrina senang ada yang mendukung idenya.
“Mumpung pelajaran berikutnya masih lama, mending di isi diskusi aja. Biar nggak pada ngantuk, hehehe…” kali ini Desi yang bersuara
“yaudah , tuggu apa lagi?mulai aja sekarang…”
“Apa mau? Aku yang pimpin diskusi?” ujar si gadis batak bernada merayu dan mencolek dagu Sabrina
“Ih, kamu…genit deh.”
“Aku aja deh yang ngomong di depan…”
“Eh…nggak…” Sabrina bermaksud melarang Hendri, tapi udah terlanjur.
Awalnya sih kerasa nggak banyak yang respon, tapi begitu satu ngomong setuju yang lain juga pada buka mulut. Sabrina menaruh harapan banyak agar mendapat dukungan dari teman-teman.
Alhamdulilah ya Allah, teman-teman banyak yang mau peduli juga…Begitulah kata hati Sabrina yang gembira.
Kegiatan mereka di kelas dilanjutkan dengan pelajaran Bahasa Inggris, Madam Erica yang ngajar. Dosen bule ini suka membuat pusing kepala Desi yang Cuma bisa jawab yes-no kalo ditanya. Ya maklumlah…Desi kan gadis belanda (Belahan sunda) beda sama Inggris, Hihihi…
“Ya ampuun…ketemu bahasa Inggris lagi…” kata desi mulai lemas kedua tangannya menopang dagu.
“Any some wrong with you?”
“Astaghfirullahalajim!” Pertanyaan madam mengagetkannya
Semua mata tertuju padanya
“Oh, no madam…No,no,no…” tambah Desi menggelengkan kepala.
Teman-teman di sekitarnya juga sudah menduga kalo jawabannya pasti No!...Madam Erica hanya senyum tipis.
Kalo mau pinter ngomong Bahasa Inggris tuh jangan makan nasi ama singkong, tapi roti pake keju…
Nggak percaya? Pasti enggak
Nggak dijamin bisa sih, Hehehe…
*****
Jam 12.30, di masjid kampus
Sabrina, Desi, Rena dan Reni shaolat di masjid. Terus si Siska dimana donk? Kok nggak ikut?. Eits…kata siapa nggak ikut, meskipun Siska non muslim tapi anak itu mempunyai solidaritas yang tinggi. Buktinya, dia jadi satpam sepatu keempat sobatnya yang jilbaber (Sabrina, Desi, Rena-Reni)itu di bawah…
Kereen!...
Pantesan sepatu mereka berempat selalu aman, nggak ada yang berani nginjak apalagi nuker…
Selesai sholat, si kembar Rena dan Reni malah mengintai di daerah ikhwan dari lantai atas. Keempat bola matanya menggelinding kesana kemari, seperti mencari seseorang. Ya, apa lagi kalo bukan cowok…
“Hey…kalian lagi ngapain? Ngintip-ngintip segala…” Sabrina mendekati keduanya
“He…he…Enggak…” jawab sikembar serempak, tapi kelihatannya ada yang aneh
“Udah yuk, turun…nanti Siska keburu diambil orang…” kata Desi ngaco
Apa…?
Mana mungkin itu terjadi…kayaknya Desi salah ngomong deh, Hihihi…
“Lama kali kau …” suara Siska sembari menjilat es krim di tangannya
“Enak kali kau, jajan duluan…” Desi meniru gaya bicara Siska
Tapi Siska nggak peduli.
“Pada laper nggak sih?”
Rena dan Reni mengangguk sambil memakai sepatu
“Aku juga laper nih, ke kantin yuk…” ajak Sabrina
Ahirnya mereka makan siang bersama di kantin. Sebenarnya sih… boleh saja kalo mau langsung pulang karena hari ini kan jadwalnya nggak Ful.
Saat menikmati bakmi nya, Sabrina mendapat telphon dari Hendri
“ Halo… Bin, lo nggak lupa kan bentar lagi kita rapat?” suara Hendri di telephon
“Oh, iya. Aku lagi di kantin tungguin ya…”
“Oke, gue tunggu di deket mading…”
Hendri menutup telphonnya.
“Wah, udah mau setengah dua …aku cabut duluan ya…”
Sabrina meninggalkan bakminya yang baru habis setengah.
“Kalo ada kakak BEM yang ganteng, nitip salam ya…”
Huh, dasar merceDes. Mau nya…
Lain halnya dengan Siska yang diam-diam menyimpan kebahagiaan tersendiri. Hore!…Jatah ku nambah setengah porsi…seru Siska dalam hati, yang di ekspresikan dengan sedikit senyum. Hwehehe…
Rena dan Reni saling berpandangan, mengetehui apa isi perut Siska. Eh, pikiran …
Sabrina yang buru-buru dan mata sipitnya sibuk baca es-em-es dari Hendri, membuatnya tidak waspada dengan keadaan sekitar.
“Brugg!” itu bukan suara Siska jatuh ke lantai, tapi Sabrina menubruk badan seorang cowok.
“Aduh…ma’aph ya?”
“Eh, Sory-sory” kata cowok bertubuh tinggi itu, dan keduanya berlalu begitu saja. Tapi siapa namanya? Haduuh nanti deh, saya aja belum kenalan…
Setelah bertemu Hendri, mereka ke tempat rapat. Para kakak anggota BEM sudah standby disana. Rapatpun dimulai, kak Ve sebagai waket BEM yang membuka rapat. Nama lengkapnya panjangVeronika Adriana lestari julian, cukup di panggil Ve. Sisanya jadi mubazir bukan?..
Udah tiga kali ikut rapat, tapi nggak tau ketua BEM nya yang kayak apa, Cuma tau namanya doang yang sering di sebut-sebut Arjuna Yudhistira Putra. Tiap ada rapat nggak pernah datang, sesibuk apa sih dia?
Pssstt??... Sabrina menepis angan-angannya sendiri dan kembali fokus ke rapatnya.
“Maaf saya sedikit telat…” suara cowok yang tiba-tiba masuk gitu aja
“Emm, baiklah… karena ketua BEM sudah ada, maka saya serahkan kembali kepadanya…” kak Ve mempersilahkan.
Owh..jadi itu ketua BEM nya, rasa penasaran sabrina terjawab sudah. Ttatatapi…ganteng juga…Hihihi…
“Ehm…langsung saja…” suara Sang ketua memulainya
“untuk acara Baksos pada hari rabu lusa, setiap mahasiswa tidak wajib ikut. Tapi yang mau ikut silahkan gabung dengan kami, kumpul di halaman jam 10 pagi. Jangan lupa memakai almamater…”
“Ohya, setiap kelas dikenakan iuran sebesar Tigaratus ribu rupiah. Disetorkan ke bendahara BEM. Apakah ada yang kurang jelas? Silahkan bertanya…” kak Yudhis menambahkan kalimatnya
“Kak, mau tanya…” Sabrina mengangkat tangan kanannya
“Nanti kita setor uangnya langsung ke bendahara? Terus batas ahirnya kapan?”
“Setornya langsung ke bendahara saja, waktunya sampai besok jam 12 harus sudah semua”
“Ada yang mau tanya lagi?”
“Maaf, barusan siapa tadi yang nannya? Belum sebut nama…” kak Yudhis malah balik bertanya. Hendri menepuk pundak Sabrina yang udah nggak konek lagi…
“Saya? Sabrina kak…” Jawabnya pendek
Sejam setengah telah berlalu, rapatpun telah usai dan saatnya pulaaang…
Tapi Sabrina kesal dengan kak Wawan yang nggak jadi jemput. Barusan dia telphon katanya lagi nyari buku di Grammedia dekat kampusnya. Huh…naik angkot deh…
“Sabrina! Pulang bareng gue aja…” Seru Hendri lengkap dengan Vario nya. Gadis sipit itu menerima tawaran Hendri, jilbab birunya kiwir-kiwir tertiup angin selama menempuh perjalanan.
*****
“Kak, ada pe-er IPA yang susah…”
Jul mulai pusing dengan tugasnya. Kalo sudah begini, biasanya jatah kedua kakaknya yang siap jadi guru pembimbingnya. Tapi kedua kakaknya itu malah cuek, sibuk dengan laptop masing-masing. Kak Wawan lagi ngerjain tugas, sedangkan Sabrina sibuk ngetik status karena lagi nggak ada pe-er.
“Hellooo, ada yang denger nggak sih?”
“Iyaah, mau tanya apa kipli…?” jawab kakak perempuannya membuat kesal, tapi kipli mengabaikan kekesalannya
“Fotosintesis itu apa?”
“Fotosintesis? Emmh, apa ya?…itu…anu…aduh kakak lupa…”
Sabrina berfikir sejenak, mengingat-ingat memorinya saat kelas enam Es-De
Ting!
Dalam imajinasinya uncul bayangan Bu Endang, guru IPA waktu Es-De.
“Kakak inget!” seru kakak perempuannya mengagetkan.
“Foto sintesis itu, proses berubahnya zat tepung menjadi glukosa dengan bantuan sinar matahari melalui stomata. Dengan kata lain proses pembuatan makanan pada tumbuhan” terang Sabrina dengan gaya seperti guru Es-Denya dulu.
“Owh…?” Jul manggut-manggut puas dengan jawaban ala buguru Sabrina.
Begitulah suasana di ruang tengah kalo malam, belajar bareng kalo nggak nonton tivi sambil ejek-ejekan deh…
*****
Sesuai visi dan misinya yang kemarin telah di diskusikan dikelas, Sabrina dan beberapa temannya melakukan peninjauan ke tempat tinggal anak-anak jalanan. Usahanya membujuk mereka untuk ikut belajar di sekolah terbuka disambut antusias oleh warga setempat. Bahkan ada yang memberikan tempat untuk belajar nanti. Hasseg dah, bakal sukses nih…
“Nah, sekarang kan dapet tempatnya juga. Gimana kalo sekalian di beresin ??” ujar Hendri
“iya, biar besok bisa langsung ditempatin…” sambung Siska
“Kalo begitu, ayo kita beres-beres!!….” Sabrina semangat
Rumah gubug yang berantakan di sulap menjadi ruang kelas yang siap untuk belajar, Sabrina dan kawan-kawan bergotong royong, anak-anak setempat juga ikut membantunya. Desi dan sikembar kali ini nggak ikut karena ikut kegiatan baksos.
“Kak, kapan kita bisa mulai sekolah?” tanya salaha seorang anak
“Besok…!” jawab Siska dengan senyum bataknya
Anak-anak bersorak gembira, mungkin karena mereka benar-benar merindukan bangku sekolah.
“Serius nih, kita mulai belajar disini besok?” tanya Sabrina masih ragu
“yoyoi, kenapa engga. Tunggu apa lagi…” ujar si ketua kelas
“Berati hari ini juga kita ambil buku-bukunya dirumah…” tambah Sabrina
“Oke…come on!” Mereka pun beranjak dengan Honda Jaz Siska.
Percakapan masih berlanjut di mobil,
“Di rumah aku, ada banyak kali buku…Aku mau menyumbangnya”
“Luky juga katanya mau nyumbangin buku-bukunya…”
“Secara buku dia kan banyak…”
Setiba di rumah, ternyata ada Desi, si kembar, dan Luky. Mereka semua membawa barang-barang yang akan di sumbangkan.
“Lho, kalian disini? Kenapa nggak kasih tahu?” tanya Sabrina
“Bukan kejutan namanya, kalo kasih tau…” jawab Desi
“Hu’umh…” Luky dan si kembar mengangguk.
“Jadi ini kejutan? Aku tidak terkejut…hhe…” Sambung Siska
“Ya sudah, kalo gitu semuanya masukin ke mobil, hari ini juga semua harus beres…” kata Hendri.
Semua barang dimasukkan ke dalam mobil dan akan dibawa ke sekolah baru yang sedang mereka bangun itu. Hari ini Sabrina dan
kawan-kawan bekerja keras, tapi dengan ikhlas dan senang hati mereka melakukannya. Warga setempat juga membantunya mengumpulkan peralatan belajar lainnya mulai dari meja, kursi, papan tulis, bahkan rak buku semuanya dibuat dari kayu-kayu bekas yang mereka sulap menjadi barang berguna. Bimsalabim…jadi apa ya…
Hhe…itu sih pak Tarno…
Setelah semuanya selesai, merekapun beristirahat dirumah Sabrina.
“Huft!…capek banget hari ini…“ Suara Rena
“Iya, panas banget lagi…muka gue aja jadi kerasa cokelat…” Sambung sodara kembarnya, siapa lagi kalo bukan Reni.
“Heh, kalian berdua jangan kayak gitu…itu nggak ikhlas namanya…” kali ini luky yang buka mulut. Desi mengangguk setuju sembari minum es sirup.
“Hummm, cokelat memang enaaak…” Siska malah melahap Donat yang dari tadi memandanginya, nggak peduli lagi pada ngomongin apa.
“Nyam..nyam…nyam…” Donat number five tewas dimulutnya
Tapi peristiwa seperti itu sudah tidak asing lagi bagi sobat-sobatnya…
*****
Ahir-ahir ini Desi dan si kembar kelakuannya jadi aneh, Desi sering ngilang gitu aja kalo pas lagi jalan bareng dikampus, udah gitu suka pake make-up di sembarang tempat. Sedangkan Rena dan Reni kayak detektif gitu kalo di masjid kampus. Ada apa ya sebenarnya? Sabrina jadi bertanya-tanya pada diri sendiri.
Sabrina berjalan pelan dengan hati yang masi penuh tanda tanya
“Sabrina…” Suara cowok memanggilnya
Sabrina menoleh ke belakang, di lihatnya orang yang memanggil barusan. OMG…nggak salah nih…kak Yudhis si ketua BEM yang manggil aku…muka Sabrina agak terkejut.
“Hey…kok sendirian, mana temen kamu yang lain?” tanya kak Yudhis yang mendekatinya. Tapi kok dia tau kalo Sabrina biasa jalan bareng sama teman-temannya ya?
“I…iya…mungkin yang lain lagi ada urusan” Jawab Sabrina kaku
“Hemm, jadi pengen ketawa kalo inget tingkah teman-teman kamu…” Kak Yudhis tertawa kecil. Lho, memangnya dia kenal sama teman-teman ku? Tanya Sabrina dalam hati
“Oya, kamu kehilangan sesuatu nggak?” tanya kak Yudhis lagi
“Kehilangan sesuatu? Apa ya?” Sabrina meningat-ingat
Kak Yudhis mengeluarkan sebuah bandul tas dari saku jaketnya dan menunjukkannya padaSabrina
“Itu kan bandul tasku…” kata Sabrina kemudian setelah melihatnya
“kamu inget nggak, pertama kali kita ketemu?” kak Yudhis menatap mata Sabrina yang sipit itu
“Yang waktu rapat itu kan?”
“Itu yang kedua kalinya, sebelumnya kita pernah ketemu. Kamu nggak inget?”
Sabrina hanya menggelengkan kepalanya saja
“Kita pernah tubrukan di deket kantin terus bandul kamu jatuh,..” Sabrina jadi teringat
“Owh, jadi itu kakak? waktu itu aku buru-buru. Maaf ya…”
“Tapi aku masih ingat kamu, makanya waktu kamu tanya di rapat jadi kesempatan tau nama kamu”
“Kok, aku baru sadar ya… kalo ada barang yang hilang…” Sabrina tersenyum
Keduanya kelihatan semakin akrab, ditengah percakapannya tiba-tiba Desi dan Rena-Reni mengagetkannya.
“Hayo…lagi ngapain…” Desi menepuk bahu Sabrina dari belakang. Ketika tahu cowok yang disebelah Sabrina itu kak Yudhis, mukanya kayak orang di sambar petir. Begitu juga dengan si kembar.
Tarrr…tarrr!!!
Wah, gosong dong? Enggak lah…
“Eh, kak Juna…?”begitulah Desi menyapanya
“Hay Des, kamu nggak bikin pesawat kertas lagi?” pertanyaan si ketua BEM itu membuat desi tersipu malu. Sabrina agak bingung dengan pertanyaan barusan.
“Owh, ini kak Yudhis. Kalian udah pada kenal ya?” Si kembar menggeleng sedangkan Desi mengangguk.
“Sabrina aku cabut dulu ya…” Kak Yudhis melambaikan tangannya.
Desi diam-diam ingin pergi begitu saja, tapi sikembar berhasil mecegahnya…
“Eiiits, mau kemana…” Rena meraih tas Desi
“Jadi selama ini kamu kenal kakak yang mirip Dimas Anggara itu?” tanya Reni agak kesal.
Si kembar berlagak preman yang mau ngerampok.
“E...enggak…di…dia Cuma mirip kakak yang aku kenal, tapi bukan dia. Bener deh…”
Kasihan Desi, jadi ter introgasi. Sabrina yang masih bingung hanya bisa menonton saja.
“Emang tadi nggak denger gue panggil dia apa, Kak Juna kan?” tambah gadis belanda itu
“Alaa..h, nggak usah ngeles deh…yaiyalah namanya kan Arjuna yudhistira panggilannya Yudhis atau Juna. Lo kira kita nggak tau?...”
“Kalian, ada apa sih sebenarnya? Apa selama ini diam-diam pada ngefans ama kak Yudhis?” Sabrina mulai memahami ketiganya.
Karena sudah tertangkap basah, Desi, Rena dan Reni berterus terang pada Sabrina. Ternyata Desi sering menghilang karena ingin pedekatenya nggak ketahuan. Dan yang lebih mengejutkan lagi, dia pernah nembak kak Yudhis di perpus dengan melempar surat yang di buat pesawat pesawatan.
Sedangkan sikembar juga diam-diam mengintai cowok ganteng yang mirip Dimas Anggara, tapi nggak tau namanya…
Ya ampuun…ribut gara-gara cowok? Tapedeh…
Meskipun sempat ribut, ahirnya ketiganya memutuskan untuk gencatan senjata alias berdamai.
“Terus tadi, kak Yudhis nemuin kamu mau apa?” ketiganya mempelototi Sabrina
“Dia Cuma mau balikin bandul tas ku yang jatuh, waktu kita tubrukan di deket mading” Sabrina menjelaskan
“So, sekarang klir kan, masalahnya?” semuanya jelas dan tidak ada yang mesti di ributin lagi.
“Tapi, ngomong-ngomong kak Yudhis tinggalnya deket rumah kamu kan?” walaupun si kembar sebel sama Desi, tapi kali ini merasa Desi mewakili pertanyaannya yang akan di lontarkan.
“Masa sih? Kok aku nggak pernah liat dia…”Jawab Sabrina
“Waktu nungguin kamu di rumah, gue liat mobil ferossanya lagi parkir…” Sambung Rena
“Hu’umh, nggak salah lagi. Plat nomornya juga bener, sama ama yang biasa dibawa” tambah Reni.
Saking ngefans, plat nomor mobilnya juga dihafalin. Hihihi…
Apa, jangan-jangan dia yang nempatin rumah baru itu? Sabrina bertanya dalam hati
*****
Baru dua minggu lamanya sekolahan gubuk mereka bangun, tapi sudah mendapat kabar buruk. Mau tahu kabar nya? Rumah-rumah lapak itu bakalan digusur, katanya mau dibangun pabrik. Mereka sudah diberi peringatan dari pihak pemilik tanah, katanya seminggu lagi dilakukan penggusuran. Hal ini membuat Sabrina dkk cemas, para siswa juga.
“Kak Sabrina, kalo kita jadi di gusur nanti nggak bisa sekolah lagi dong…?” ujar salah satu siswa
“Kakak akan berusaha agar sekolah kita tidak di gusur, tapi kalo tetap terjadi sekolah kalian pindah ke rumah kakak…”
“Horeee, jadi kita masih bisa belajar?”
“Kalian tidak akan kehilangan tempat belajar, jadi….” Sabrina sengaja tidak melanjutkan kalimatnya
“Don’t worry be happy…!!!” Sambung anak-anak serempak. Begitulah cara Sabrina menghibur mereka agar selalu bersemangat.
“Teman-teman, kakak punya kabar baiknya nih…!”Seru Desi
“Sebentar lagi kan 17an. Jadi ada banyak lomba yang harus kalian ikuti…”
“Ada lomba paduan suara, menggambar, baca puisi, pidato dan baca UUD” Siska melengkapi kalimat Desi
“Iya, dan kakak ingin kalian semua bisa ikut. Tunjukkan kemampuan kalian, buktikan pada semua bahwa sekolah kalian ini tidak patut di gusur…Oke!!!” Sabrina terlalu bersemangat
“Kita akan latihan bersama setiap hari, masih ada waktu satu minggu. Semangat ya…!” Hendri juga memberi semangat.
“Pasti kami akan berusaha semaksimal mungkin kak, biar bisa menang!!!” semua siswa kompak.
Kasihan mereka, jika di saat-saat seperti ini harus di gusur. Ya Allah, berikanlah jalan keluar…
Buka kanlah hati pemilik tanah ini agar mau mengamalkannya untuk mereka…Sabrina hanya bisa optimis saja.
Setelah mengajar, Sabrina pulang di antar Hendri. Tapi Cuma sampe pertigaan doang, selanjutnya jalan kaki ke rumah.
“Kak bina…!” Jul memanggil kakak perempuannya itu ketika sedang berjalan
“Jul, ngapain disitu? Lagi maen ya, dah sore ayo pulang…” Sabrina mengajak Jul pulang
“ Jul mau pulang tapi kakak kesini dulu” kata Jul lagi. Sabrina mendekati Jul yang berada di teras rumah tetangga.
“Sabrina, baru pulang ya?” cowok yang mirip Dimas Anggara itu tiba-tiba muncul. Ya, siapa lagi kalo bukan kak Yudhis yang pernah jadi target operasi Desi dan sikembar.
“Kak Yudhis, kok disini?” Tanya Sabrina. Jul kelihatannya senang usahanya berhasil
“Iya, aku kan tetangga kamu sekarang. Masa nggak tau sih…?”
“Tadi kak Yudhis yang bantuin Jul ngerjain pe-er, abis kak bina sama kak wawan sibuk mulu…”
“Hehe…iya…iya…sory deh…” Sabrina mencubit hidung adik semata wayangnya
“Kapan-kapan Aku boleh main kerumah kalian kan?”
“Oh, boleh-boleh…nggak usah kapan-kapan sekarang juga nggak apa-apa…” Jawaban Jul membuat kak Yudhis dan Sabrina tertawa.
“Hemm, kita pulang dulu ya kak…” Sabrina tidak melihat Jul mengacungkan jempol pada kak Yudhis.
*****
“Hari ini juga kita datengin pabrik susu Murni, buat ngajuin surat permohonan…” Ujar Desi begitu saja di depan teman-temannya.
“Aku setuju, kau gimana Bin?” Siska menatap Sabrina sambil menikmati permen lolipopnya
“Oke, kita kesana bareng ya…” Sabrina setuju
“Kita ikut juga…” sambung si kembar
“Emang suratnya dah bikin?” tanya Hendri
Desi menunjukkan selembar kertas kepada teman-temannya
“Tara…udah dong, Gue gitu lho…Hehehe…”
Setelah pulang kuliah mereka langsung ke pabrik Susu Murni untuk bertemu dengan Direkturnya
“Wah, maaf sekali. Kami tidak bisa memenuhi permintaan kalian” Suara Direktur dari dalam ruangan
“Pak, kami mohon jangan gusur tempat sekolah anak-anak jalanan itu…” Sabrina memohon kpada pak Direktur
Usaha mereka tidak berhasil, dan malah di suruh pulang.
“Gimana nih, kita nggak berhasil” suara Sabrina kecewa saat di mobil
“Berati hari ini latihan lombanya di rumah Sabrina lagi…” Pendapat Hendri
“Iya betul, sekalian gue bisa liatin kak Yudhis. Hehehe…” komen Desi
Siska yang sedang nyetir mengernyitkan hidungnya, sedangkan sikembar saling beradu pandang
“Hah, dasar kau meceDes…gantengan juga gue…” Hendri mengelus-elus rambutnya yang agak kriting itu.
“Yah, di bandingin ama dia? Lo mah permisi…lewaaat…” kata-kata Desi membuat Hendri nggak terima
“Eh, awas lo ya? kalo naksir gue…”
“Siapa yang mau naksir lo, Pe-De!”
Tidak lama kemudian Sabrina dan kawan-kawan tiba dirumah
“Adik-adik yang mau latihan paduan suara ayo kita latihan!” seru gadis batak itu menggiring anak-anak. Siska dan sikembar yang akan melatih paduan suara, sedangkan Sabrina dan Desi ngajarin yang mau lomba baca UUD dan puisi.
“Begini ya, kakak kasih contoh pidato yang benar…” Hendri juga sibuk ngajarin pidato.
Semuanya memang kompak, pembagian tugas yang bagus. Good…good…good…
Tapi yang ngajarin menggambar siapa yua? Hayo…coba tebak siapa…
“Aduh, ini salah…kalo gambar orang tuh kepalanya dulu! Masa kakinya…”
“Yang penting kan hasilnya bagus…”
“Ih, susah deh di bilangin…”
Kira-kira siapa yah? Yang suka ngomel kayak gitu, mau tau? Lanjuut…
“Jul, kamu bukannya ngajarin malah ngajak Dimas berantem…Haduuh…” Jul hanya melirik kakaknya
“Aku aja yang ngajarin, boleh kan?” Suara kak Yudhis tiba-tiba di dekat Sabrina
Sabrina tidak berkata-kata hanya mengangguk saja.
“Horee, kak Yudhis datang…saatnya pak guru Jul undur diri…” Seruan Jul membuat Desi dan si kembar tidak konsen lagi. Matanya terperosok eh…terpesona melihat wajahnya yang kul abis.
“Ehem…ehemm…”
“Jagalah mata…jagalah hati…jagalah diri…” Siska melantun ngawur, bermaksur nyindir
“Jagalah hati, jagalah kebersihan…” Sambung Hendri
Lho, kenapa jadi begitu ya? Ada-ada saja…
“Apaan sih, tukang sampah dibawa-bawa…” Ujar Desi tersinggung
“Iya nih sirik ajah…”
“Barang langka sayang kalo nggak di lirik” tambah Rena dan Reni
Emang dasar mereka bertiga, nggak bisa lihat cowok ganteng. Tapi sayang, sang Arjuna Cuma kepincut ama Sabrina doang…
Meskipun sempat kehilangan konsentrasi gara-gara kena sindrom cowok cakep, mereka masih bisa melanjutkan latihan sampai
selesai.
*****
Setelah beberapa hari menjalani latihan, anak-anakpun siap tempur dengan senjata masing-masing. Kakak-kakak yang ngajarin mereka juga turut hadir di medan pertempuran.
“Galih!semangat…”
“Jangan grogi!”
“Ga lih,Ga lih,Ga lih…” Suara teriakan support disertai tepuk tangan Sabrina dkk saat Galih mendapat giliran pidato di panggung. Para juri stand by di depannya, siap untuk memberi nilai. Karena lombanya untuk umum se Jakarta, jadi pesertanya banyak.
Ahirnya saat yang di tunggu-tunggu tiba juga, ketika hari menjelang gelap pemenang lomba baru di umumkan.
“Baiklah…yang pertama kami akan mengumumkam pemenang lomba menggambar. Pemenang pertama diraih oleh…” Suara panitia membuat semuanya deg-degan. Sabrina terlihat tegang sembari komat-kamit baca doa begitu pula dengan Siska yang sesekali mengecup kalung salibnya.
“Pemenang pertama diraih oleh Agung…”
“Horeee… Agung juara satu…” Anak-anak bersorak gembira, kakak jilbaber dan yang lainnya saling berpelukan
“Ikutan dong…” Hendri cengar-cengir nggak ada yang meluk. Hihihi…
“Juara dua paduan suara diraih oleh tim Ratna…”
“Yes…yes…puji tuhan…” Siska kegirangan, tak henti-hentinya ia mengecup kalung salibnya.
Dan lagi-lagi Hendri ngiri teman perempuannya pada pelukan.
Meskipun hanya dua lomba yang berhasil menang, mereka cukup puas dan sangat bersyukur. Kak Yudhis dan Jul baru muncul ketika semuanya hendak pulang
“Kak Yudhis! Kita menang!” Seru Agung seraya memperlihatkan piala yang diraihnya
“Baguslah kalo gitu, kakak senang. Usaha kalian tidak sia-sia…”
“Kakak kemana saja, kok baru datang?” Reni mendekat so akrab
“Kita juga punya kabar buat kalian…” Jul merubah raut mukanya menjadi sedih.
“Kabar apa Jul?” tanya kakak perempuannya mulai simpati
“Besok…tempat belajar kalian…”
“Iya, kami tau tempat belajar dan rumah kami bakal digusur” Agung melengkapi kalimat Jul
“Tempat kalian nggak bakal di gusur…” Sambung kak Yudhis
“Beneran? Serius?” Sabrina nggak percaya. Kak Yudhis mengangguk. Tentu saja mereka semua bahagia.
“Karena Ayah kak Yudhis pemiliknya…”
Haaaa?
“Sabrina…?” kak Yudhis memanggilnya
“Iya…” Jawabnya pendek
“Happy Berthday ya…” Ucapnya lagi dengan permen lollipop berbentuk hati di tangannya,
Tatapan matanya membuat Sabrina grogi
Soo Sweeet…
“Cieeileei…suit…suit…”
“Ehemm…”
“Prikitiw…”
“Iya makasih…”
Sabrina tersipu malu pipinya memerah, lagu selamat ulang tahun dilantunkan bersama-sama.
Hari yang semakin petang dan cuaca mendung menurunkan butir-butir air hujan, membasahi hati yang tengah brbunga-bunga.
**~The
End~**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar